Pelanet Remaja - kali ini saya akan membahas tentang kehidupan remaja masa kini dalam kebudayaan pergaulan tak terbatas.
Remaja
didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa.
Istilah ini menunjuk masa dari awal pubertas sampai tercapainya
kematangan, biasanya mulai dari usia 14 pada pria dan usia 12 pada
wanita. Batasan remaja dalam hal ini adalah usia 10 tahun s/d 19 tahun
menurut klasifikasi World Health Organization (WHO).
Sementara United Nations (UN) atau PBB menyebutnya sebagai anak muda
(youth) untuk usia 15-24 tahun. Ini kemudian disatukan dalam batasan
kaum muda (young people) yang mencakup usia 10-24 tahun. Transisi ke
masa dewasa bervariasi dari satu budaya kebudayaan lain, namun secara
umum didefinisikan sebagai waktu dimana individu mulai bertindak
terlepas dari orang tua mereka.
Remaja sendiri juga memiliki ciri-ciri tersendiri. Ciri utama pada masa
remaja ditandai dengan adanya berbagai perubahan. Perubahan-perubahan
tersebut antara lain:
1. Perubahan fisik
Pada masa remaja terjadi pertumbuhan fisik yang cepat dan proses
kematangan seksual. Beberapa kelenjar yang mengatur fungsi seksualitas
pada masa ini telah mulai matang dan berfungsi. Disamping itu
tanda-tanda seksualitas sekunder juga mulai nampak pada diri remaja.
2. Perubahan intelek
Menurut perkembangan kognitif yang dibuat oleh Jean Piaget, seorang
remaja telah beralih dari masa konkrit-operasional ke masa
formal-operasional. Pada masa konkrit-operasional, seseorang mampu
berpikir sistematis terhadap hal-hal atau obyek-obyek yang bersifat
konkrit, sedang pada masa formal operasional ia sudah mampu berpikir
se-cara sistematis terhadap hal-hal yang bersifat abstrak dan hipotetis.
Pada masa remaja, seseorang juga sudah dapat berpikir secara kritis.
3. Perubahan emosi
Pada umumnya remaja bersifat emosional. Emosinya berubah menjadi labil.
Menurut aliran tradisionil yang dipelopori oleh G. Stanley Hall,
perubahan ini terutama disebabkan oleh perubahan yang terjadi pada
kelenjar-kelenjar hor-monal. Namun penelitian-penelitian ilmiah
selanjutnya menolak pendapat ini. Sebagai contoh, Elizabeth B. Hurlock
menyatakan bahwa pengaruh lingkungan sosial terhadap per-ubahan emosi
pada masa remaja lebih besar artinya bila dibandingkan dengan pengaruh
hormonal.
4. Perubahan sosial
Pada masa remaja, seseorang memasuki status sosial yang baru. Ia
dianggap bukan lagi anak-anak. Karena pada masa remaja terjadi perubahan
fisik yang sangat cepat sehingga menyerupai orang dewasa, maka seorang
remaja juga sering diharapkan bersikap dan bertingkahlaku seperti orang
dewasa. Pada masa remaja, seseorang cenderung untuk meng-gabungkan diri
dalam 'kelompok teman sebaya'. Kelompok so-sial yang baru ini merupakan
tempat yang aman bagi remaja. Pengaruh kelompok ini bagi kehidupan
mereka juga sangat kuat, bahkan seringkali melebihi pengaruh keluarga.
Menurut Y. Singgih D. Gunarsa & Singgih D. Gunarsa, kelompok remaja
bersifat positif dalam hal memberikan kesempatan yang luas bagi remaja
untuk melatih cara mereka bersikap, bertingkahlaku dan melakukan
hubungan sosial. Namun kelompok ini juga dapat bersifat negatif bila
ikatan antar mereka menjadi sangat kuat sehingga kelakuan mereka menjadi
"overacting' dan energi mereka disalurkan ke tujuan yang bersifat
merusak.
5. Perubahan moral
Pada masa remaja terjadi perubahan kontrol tingkahlaku moral: dari luar
menjadi dari dalam. Pada masa ini terjadi juga perubahan dari konsep
moral khusus menjadi prinsip moral umum pada remaja. Karena itu pada
masa ini seorang remaja sudah dapat diharapkan untuk mempunyai
nilai-nilai moral yang dapat melandasi tingkahlaku moralnya. Walaupun
demikian, pada masa remaja, seseorang juga mengalami kegoyahan tingkah
laku moral. Hal ini dapat dikatakan wajar, sejauh kegoyahan ini tidak
terlalu menyimpang dari moraliatas yang berlaku, tidak terlalu merugikan
masyarakat, serta tidak berkelanjutan setelah masa remaja berakhir.
Banyak orang bilang, bahwa masa remaja adalah masa yang indah. Erikson
melihat perkembangan remaja dalam hubungannya dengan pembentukan
identitas diri. Menurut dia, pada masa remaja, seseorang akan
mempertanyakan identitas dirinya. Pencarian akan jati diri diwakili
dengan sejuta pertanyaan yang mewakili rasa ingin tau mereka, seperti
pertanyaan berikut:
1. Siapa sih “gue” ?
2. Mau jadi apa “gue” nanti ?
3. Bisa gak “gue” bikin ortu “gue” bahagia ?
4. Dan lain-lain
Pertanyaan-pertanyaan yang dicontohkan seperti yang diatas adalah
pertanyaan yang biasanya terlintas di pikiran remaja dulu, sebelum
pikiran mereka tercampur oleh pergesseran moral dan pencampuran budaya
asing.
Masuknya kebudayaan asing, sangat mengubah pola kehidupan para remaja,
mulai dari tingkah laku, pola pikir, cara berpenampilan hingga gaya
bicara mereka pun ikut berubah.
Apabila, pertanyaan diatas terlintas di pikiran remaja zaman dulu, maka
sangat berbeda dengan pertanyaan-pertanyaan yang ada di pikiran remaja
zaman sekarang, mereka hanya memikirkan cara agar dapat tampil oke dan
tidak kalah cantik/tampan dari remaja lain. Inilah beberapa pertanyaan
yang terlintas di pikiran para remaja zaman sekarang:
1. Gimana caranya supaya bisa dapetin si doi ?
2. Gimana caranya supaya bisa gabung dengan komunitas (mis: emo, punk, dll)
3. Gimana sih rasanya narkoba ?
4. Gimana caranya bisa dapet duit buat taruhan sama temen ?
Atau, rasa ingin tahu mereka juga dapat diwakilkan dengan beberapa tingkah laku, seperti:
1. Menyimpangkan uang SPP/semesteran
2. Membentuk kelompok yang beraliran punk/ emo
3. Merokok, memakai narkoba sebagai bukti soladaritas dalam kelompok
4. Mencuri/berjudi supaya bisa dapet duit untuk taruhan.
5. Dll.
Dari perbandingan pola fikir antara remaja zaman dulu dengan remaja
zaman sekarang tampak sekali jurang besar yang membedakan kedua pola
fikir para remaja. Hal ini terjadi seiring dengan semakin tingginya
teknologi, masuknya budaya-budaya asing, tingkat persaingan yang sangat
tinggi.
Menurut Havighurst, remaja mempunyai tugas perkembangan sebagai berikut:
1. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya, baik pria maupun wanita.
2. Mencapai peran sosial pria dan wanita.
3. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif.
4. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab.
5. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang-orang dewasa lainnya.
6. Mempersiapkan karier ekonomi.
7. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga.
8. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideologi.
Jika dulu yang remaja pikirkan adalah masa depan, dan kebahagiaan orang
tua mereka, maka zaman sekarang gaya adalah yang terpenting!
Kenakalan remaja biasa disebut dengan istilah Juvenile berasal dari
bahasa Latin juvenilis, yang artinya anak-anak, anak muda, ciri
karakteristik pada masa muda, sifat-sifat khas pada periode remaja,
sedangkan delinquent berasal dari bahasa latin “delinquere” yang berarti
terabaikan, mengabaikan, yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat,
nakal, anti sosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau
peneror, durjana dan lain sebagainya. Juvenile delinquency atau
kenakalan remaja adalah perilaku jahat atau kenakalan anakanak muda,
merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan
remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga
mereka mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang. Istilah kenakalan
remaja mengacu pada suatu rentang yang luas, dari tingkah laku yang
tidak dapat diterima sosial sampai pelanggaran status hingga tindak
kriminal.(Kartono, 2003).
Mussen dkk (1994), mendefinisikan kenakalan remaja sebagai perilaku yang
melanggar hukum atau kejahatan yang biasanya dilakukan oleh anak remaja
yang berusia 16-18 tahun, jika perbuatan ini dilakukan oleh orang
dewasa maka akan mendapat sangsi hukum. Hurlock (1973) juga menyatakan
kenakalan remaja adalah tindakan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh
remaja, dimana tindakan tersebut dapat membuat seseorang individu yang
melakukannya masuk penjara. Sama halnya dengan Conger (1976) & Dusek
(1977) mendefinisikan kenakalan remaja sebagai suatu kenakalan yang
dilakukan oleh seseorang individu yang berumur di bawah 16 dan 18 tahun
yang melakukan perilaku yang dapat dikenai sangsi atau hukuman.
Sarwono (2002) mengungkapkan kenakalan remaja sebagai tingkah laku yang
menyimpang dari norma-norma hukum pidana, sedangkan Fuhrmann (1990)
menyebutkan bahwa kenakalan remaja suatu tindakan anak muda yang dapat
merusak dan menggangu, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain.
Santrock (1999) juga menambahkan kenakalan remaja sebagai kumpulan dari
berbagai perilaku, dari perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial
sampai tindakan kriminal.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kecenderungan
kenakalan remaja adalah kecenderungan remaja untuk melakukan tindakan
yang melanggar aturan yang dapat mengakibatkan kerugian dan kerusakan
baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain yang dilakukan remaja di
bawah umur 17 tahun.
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan kenakalan remaja adalah seperti yang dijelaskan di bawah ini.
Faktor-faktor kenakalan remaja menurut Santrock, (1996) lebih rinci dijelaskan sebagai berikut :
1. Identitas
Menurut teori perkembangan yang dikemukakan oleh Erikson (dalam
Santrock, 1996) masa remaja ada pada tahap di mana krisis identitas
versus difusi identitas harus di atasi. Perubahan biologis dan sosial
memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi terjadi pada kepribadian
remaja:
(1) terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya dan
(2) tercapainya identitas peran, kurang lebih dengan cara menggabungkan
motivasi, nilai-nilai, kemampuan dan gaya yang dimiliki remaja dengan
peran yang dituntut dari remaja.
Erikson percaya bahwa delinkuensi pada remaja terutama ditandai dengan
kegagalan remaja untuk mencapai integrasi yang kedua, yang melibatkan
aspek-aspek peran identitas. Ia mengatakan bahwa remaja yang memiliki
masa balita, masa kanak-kanak atau masa remaja yang membatasi mereka
dari berbagai peranan sosial yang dapat diterima atau yang membuat
mereka merasa tidak mampu memenuhi tuntutan yang dibebankan pada mereka,
mungkin akan memiliki perkembangan identitas yang negatif. Beberapa
dari remaja ini mungkin akan mengambil bagian dalam tindak kenakalan,
oleh karena itu bagi Erikson, kenakalan adalah suatu upaya untuk
membentuk suatu identitas, walaupun identitas tersebut negatif.
2. Kontrol diri
Kenakalan remaja juga dapat digambarkan sebagai kegagalan untuk
mengembangkan kontrol diri yang cukup dalam hal tingkah laku. Beberapa
anak gagal dalam mengembangkan kontrol diri yang esensial yang sudah
dimiliki orang lain selama proses pertumbuhan. Kebanyakan remaja telah
mempelajari perbedaan antara tingkah laku yang dapat diterima dan
tingkah laku yang tidak dapat diterima, namun remaja yang melakukan
kenakalan tidak mengenali hal ini. Mereka mungkin gagal membedakan
tingkah laku yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima, atau
mungkin mereka sebenarnya sudah mengetahui perbedaan antara keduanya
namun gagal mengembangkan kontrol yang memadai dalam menggunakan
perbedaan itu untuk membimbing tingkah laku mereka. Hasil penelitian
yang dilakukan baru-baru ini Santrock (1996) menunjukkan bahwa ternyata
kontrol diri mempunyai peranan penting dalam kenakalan remaja. Pola asuh
orangtua yang efektif di masa kanak-kanak (penerapan strategi yang
konsisten, berpusat pada anak dan tidak aversif) berhubungan dengan
dicapainya pengaturan diri oleh anak. Selanjutnya, dengan memiliki
ketrampilan ini sebagai atribut internal akan berpengaruh pada
menurunnya tingkat kenakalan remaja.
3. Usia
Munculnya tingkah laku anti sosial di usia dini berhubungan dengan
penyerangan serius nantinya di masa remaja, namun demikian tidak semua
anak yang bertingkah laku seperti ini nantinya akan menjadi pelaku
kenakalan, seperti hasil penelitian dari McCord (dalam Kartono, 2003)
yang menunjukkan bahwa pada usia dewasa, mayoritas remaja nakal tipe
terisolir meninggalkan tingkah laku kriminalnya. Paling sedikit 60 %
dari mereka menghentikan perbuatannya pada usia 21 sampai 23 tahun.
4. Jenis kelamin
Remaja laki- laki lebih banyak melakukan tingkah laku anti sosial
daripada perempuan. Menurut catatan kepolisian Kartono (2003) pada
umumnya jumlah remaja laki- laki yang melakukan kejahatan dalam kelompok
gang diperkirakan 50 kali lipat daripada gang remaja perempuan.
5. Harapan terhadap pendidikan dan nilai-nilai di sekolah
Remaja yang menjadi pelaku kenakalan seringkali memiliki harapan yang
rendah terhadap pendidikan di sekolah. Mereka merasa bahwa sekolah tidak
begitu bermanfaat untuk kehidupannya sehingga biasanya nilai-nilai
mereka terhadap sekolah cenderung rendah. Mereka tidak mempunyai
motivasi untuk sekolah. Riset yang dilakukan oleh Janet Chang dan Thao
N. Lee (2005) mengenai pengaruh orangtua, kenakalan teman sebaya, dan
sikap sekolah terhadap prestasi akademik siswa di Cina, Kamboja, Laos,
dan remaja Vietnam menunjukkan bahwa faktor yang berkenaan dengan
orangtua secara umum tidak mendukung banyak, sedangkan sikap sekolah
ternyata dapat menjembatani hubungan antara kenakalan teman sebaya dan
prestasi akademik.
6. Proses keluarga
Faktor keluarga sangat berpengaruh terhadap timbulnya kenakalan remaja.
Kurangnya dukungan keluarga seperti kurangnya perhatian orangtua
terhadap aktivitas anak, kurangnya penerapan disiplin yang efektif,
kurangnya kasih sayang orangtua dapat menjadi pemicu timbulnya kenakalan
remaja. Penelitian yang dilakukan oleh Gerald Patterson dan
rekan-rekannya (dalam Santrock, 1996) menunjukkan bahwa pengawasan
orangtua yang tidak memadai terhadap keberadaan remaja dan penerapan
disiplin yang tidak efektif dan tidak sesua i merupakan faktor keluarga
yang penting dalam menentukan munculnya kenakalan remaja. Perselisihan
dalam keluarga atau stress yang dialami keluarga juga berhubungan dengan
kenakalan. Faktor genetik juga termasuk pemicu timbulnya kenakalan
remaja, meskipun persentasenya tidak begitu besar.
7. Pengaruh teman sebaya
Memiliki teman-teman sebaya yang melakukan kenakalan meningkatkan risiko
remaja untuk menjadi nakal. Pada sebuah penelitian Santrock (1996)
terhadap 500 pelaku kenakalan dan 500 remaja yang tidak melakukan
kenakalan di Boston, ditemukan persentase kenakalan yang lebih tinggi
pada remaja yang memiliki hubungan reguler dengan teman sebaya yang
melakukan kenakalan.
8. Kelas sosial ekonomi
Ada kecenderungan bahwa pelaku kenakalan lebih banyak berasal dari kelas
sosial ekonomi yang lebih rendah dengan perbandingan jumlah remaja
nakal di antara daerah perkampungan miskin yang rawan dengan daerah yang
memiliki banyak privilege diperkirakan 50 : 1 (Kartono, 2003). Hal ini
disebabkan kurangnya kesempatan remaja dari kelas sosial rendah untuk
mengembangkan ketrampilan yang diterima oleh masyarakat. Mereka mungkin
saja merasa bahwa mereka akan mendapatkan perhatian dan status dengan
cara melakukan tindakan anti sosial. Menjadi “tangguh” dan “maskulin”
adalah contoh status yang tinggi bagi remaja dari kelas sosial yang
lebih rendah, dan status seperti ini sering ditentukan oleh keberhasilan
remaja dalam melakukan kenakalan dan berhasil meloloskan diri setelah
melakukan kenakalan.
9. Kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal
Komunitas juga dapat berperan serta dalam memunculkan kenakalan remaja.
Masyarakat dengan tingkat kriminalitas tinggi memungkinkan remaja
mengamati berbagai model yang melakukan aktivitas kriminal dan
memperoleh hasil atau penghargaan atas aktivitas kriminal mereka.
Masyarakat seperti ini sering ditandai dengan kemiskinan, pengangguran,
dan perasaan tersisih dari kaum kelas menengah. Kualitas sekolah,
pendanaan pendidikan, dan aktivitas lingkungan yang terorganisir adalah
faktor- faktor lain dalam masyarakat yang juga berhubungan dengan
kenakalan remaja.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang paling
berperan menyebabkan timbulnya kecenderungan kenakalan remaja adalah
faktor keluarga yang kurang harmonis dan faktor lingkungan terutama
teman sebaya yang kurang baik, karena pada masa ini remaja mulai
bergerak meninggalkan rumah dan menuju teman sebaya, sehingga minat,
nilai, dan norma yang ditanamkan oleh kelompok lebih menentukan perilaku
remaja dibandingkan dengan norma, nilai yang ada dalam keluarga dan
masyarakat.
Berdasarkan studi yang dilakukan Mahasiswa S3 program Studi Gizi
Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, FakultasEkologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor (IPB), Herien Puspitawati, rasa ingin mendapatkan
pengakuan sosial (social recognition) dan perhatian orangtua ternyata
merupakan salah satu faktor pemicu kenakalan remaja.
Hasil studi Herein selama 3 tahun sejak Juni 2001 hingga Desember 2004
menunjukkan tekanan ekonomi keluarga berpengaruh secara tidak langsung
pada kenakalan pelajar melalui gaya pengasuhan orangtua. ”Gaya
pengasuhan orangtua terhadap remaja yang cenderung diwarnai dengan
tindakan kekerasan dan kekasaran seperti marah, memaki,
berteriak/membentak, bertengkar dan memukul, berdampak pada meningkatnya
perilaku kenakalan pada remaja, baik kenakalan yang bersifat umum
maupun kriminal,” tutur Herein.
Sadar atau tidak, pengasuhan yang dilandasi kekasaran dan kekerasan ini
mengakibatkan jiwa dan psikologi remaja menjadi tertekan, selalu sedih,
tidak percaya diri, tidak berguna, tidak mampu mengendalikan diri,
mendendam, dan memberontak. Menurutnya, remaja seperti ini tidak akan
mampu menghargai diri sendiri dan tidak mampu mengelola serta mengontrol
emosinya. Remaja ini melampiaskan emosinya di luar rumah dalam bentuk
perilaku nakal seperti memalak, mencuri, narkoba, free sex,
berkelahi/tawuran dan menyakiti fisik orang lain.
Hubungan pertemanan juga mempengaruhi tingkat kenakalan remaja. Remaja
yang memiliki teman yang bermasalah cenderung berperilaku agresif, nakal
dan berprestasi rendah. Kenakalan ini bisa dikurangi dengan komunikasi
terbuka dan baik antar anggota keluarga serta pengiatan pengasuhan ibu.
Ia menambahkan bahwa komunikasi yang baik dan terbuka dalam keluarga
berpengaruh terhadap menurunnya perilaku agesif, kenakalan dan
meningkatkan nilai pelajaran.
Herien menjelaskan bahwa dari jumlah responden studi yang berlokasi di
empat Sekolah Menengah Kejuruan-Teknik Industri (SMK-TI) dan satu
sekolah umum swasta di Kota Bogor ini sebanyak 667 pelajar ( 540 putra
dan 127 putri). Pengambilan sampel menggunakan metode acak sederhana
pada kelas dua. Sebanyak 67 persen contoh pelajar laki-laki dan
perempuan SMK-TI dan 50 persen contoh SMU pelajar perempuan melakukan
jenis kenakalan umum seperti bolos, minggat, merokok, pesta sampai
malam, dan menggoda cewek/cowok.
Untuk kenakalan kriminal, sebanyak 12, 25 persen contoh SMK-TI dan 11
persen contoh SMU mengkonsumsi narkoba, morphin, aibon. Sebelas persen
contoh SMK-TI dan 5 persen contoh SMU minum-minuman keras dan membawa
senjata tajam ke sekolah. Pelajar kedua sekolah juga pernah melakukan
seks bebas yakni 10 persen contoh SMK-TI dan 5 persen contoh SMU.
Pengaruh keluarga yang bisa menyebabkan kenakalan remaja adalah :
1. Keluarga yang Broken Home
Masa remaja adalah masa yang dimana seorang sedang mengalami saat kritis
sebab ia akan menginjak ke masa dewasa. Remaja berada dalam masa
peralihan. Dalam masa peralihan itu pula remaja sedang mencari
identitasnya. Dalam proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa
membingungkan dirinya, remaja membutuhkan pengertian dan bantuan dari
orang yang dicintai dan dekat dengannya terutama orang tua atau
keluarganya. Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa fungsi keluarga
adalah memberi pengayoman sehingga menjamin rasa aman maka dalam masa
kritisnya remaja sungguh-sungguh membutuhkan realisasi fungsi tersebut.
Sebab dalam masa yang kritis seseorang kehilangan pegangan yang memadai
dan pedoman hidupnya.
Masa kritis diwarnai oleh konflik-konflik internal, pemikiran kritis,
perasaan mudah tersinggung, cita-cita dan kemauan yang tinggi tetapi
sukar ia kerjakan sehingga ia frustasi dan sebaginya. masalah keluarga
yang broken home bukan menjadi masalah baru tetapi merupakan masalah
yang utama dari akar-akar kehidupan seorang anak. Keluarga merupakan
dunia keakraban dan diikat oleh tali batin, sehingga menjadi bagian yang
vital dari kehidupannya.
Penyebab timbulnya keluarga yang broken home antara lain:
a. Orang tua yang bercerai
Perceraian menunjukkan suatu kenyataan dari kehidupan suami istri yang
tidak lagi dijiwai oleh rasa kasih sayang dasar-dasar perkawinan yang
telah terbina bersama telah goyah dan tidak mampu menompang keutuhan
kehidupan keluarga yang harmonis. Dengan demikian hubungan suami istri
antara suami istri tersebut makin lama makin renggang, masing-masing
atau salah satu membuat jarak sedemikian rupa sehingga komunikasi
terputus sama sekali. Hubungan itu menunjukan situas keterasingan dan
keterpisahan yang makin melebar dan menjauh ke dalam dunianya sendiri.
jadi ada pergeseran arti dan fungsi sehingga masing-masing merasa serba
asing tanpa ada rasa kebertautan yang intim lagi.
b. Kebudayaan bisu dalam keluarga
Kebudayaan bisu ditandai oleh tidak adanya komunikasi dan dialog antar
anggota keluarga. Problem yang muncul dalam kebudayaan bisu tersebut
justru terjadi dalam komunitas yang saling mengenal dan diikat oleh tali
batin. Problem tersebut tidak akan bertambah berat jika kebudayaan bisu
terjadi diantara orang yang tidak saling mengenal dan dalam situasi
yang perjumpaan yang sifatnya sementara saja. Keluarga yang tanpa dialog
dan komunikasi akan menumpukkan rasa frustasi dan rasa jengkel dalam
jiwa anak-anak. Bila orang tua tidak memberikan kesempatan dialog dan
komunikasi dalam arti yang sungguh yaitu bukan basa basi atau sekedar
bicara pada hal-hal yang perlu atau penting saja; anak-anak tidak
mungkin mau mempercayakan masalah-masalahnya dan membuka diri. Mereka
lebih baik berdiam diri saja. Situasi kebudayaan bisu ini akan mampu
mematikan kehidupan itu sendiri dan pada sisi yang sama dialog mempunyai
peranan yang sangat penting. Kenakalan remaja dapat berakar pada
kurangnya dialog dalam masa kanak-kanak dan masa berikutnya, karena
orangtua terlalu menyibukkan diri sedangkan kebutuhan yang lebih
mendasar yaitu cinta kasih diabaikan. Akibatnya anak menjadi terlantar
dalam kesendirian dan kebisuannya. Ternyata perhatian orangtua dengan
memberikan kesenangan materiil belum mampu menyentuh kemanusiaan anak.
Dialog tidak dapat digantikan kedudukannya dengan benda mahal dan bagus.
Menggantikannya berarti melemparkan anak ke dalam sekumpulan benda
mati.
c. Perang dingin dalam keluarga
Dapat dikatakan perang dingin adalah lebih berat dari pada kebudayaan
bisu. Sebab dalam perang dingin selain kurang terciptanya dialog juga
disisipi oleh rasa perselisihan dan kebencian dari masing-masing pihak.
Awal perang dingin dapat disebabkan karena suami mau memenangkan
pendapat dan pendiriannya sendiri, sedangkan istri hanya mempertahankan
keinginan dan kehendaknya sendiri.
2. Pendidikan yang salah
a. Sikap memanjakan anak
Keluarga mempunyai peranan di dalam pertumbuhan dan perkembangan pribadi
seorang anak. Sebab keluarga merupakan lingkungan pertama dari tempat
kehadirannya dan mempunyai fungsi untuk menerima, merawat dan mendidik
seorang anak. Jelaslah keluarga menjadi tempat pendidikan pertama yang
dibutuhkan seorang anak. Dan cara bagaimana pendidikan itu diberikan
akan menentukan. Sebab pendidikan itu pula pada prinsipnya adalah untuk
meletakkan dasar dan arah bagi seorang anak. Pendidikan yang baik akan
mengembangkan kedewasaan pribadi anak tersebut. Anak itu menjadi seorang
yang mandiri, penuh tangung jawab terhadap tugas dan kewajibannya,
menghormati sesama manusia dan hidup sesuai martabat dan citranya.
Sebaliknya pendidikan yang salah dapat membawa akibat yang tidak baik
bagi perkembangan pribadi anak. Salah satu pendidikan yang salah adalah
memanjakan anak. Keadilan orang tua yang tidak merata terhadap anak
dapat berupa perbedaan dalam pemberian fasilitas terhadap anak maupun
perbedaan kasih sayang. Bagi anak yang merasa diperlakukan tidak adil
dapat menyebabkan kekecewaan anak pada orang taunya dan akan merasa iri
hati dengan saudara kandungnya. Dalam hubungan ini biasanya anak
melakukan protes terhadap orang tuanya yang diwujudkan dalam berbagai
bentuk kenakalan.
b. Anak tidak diberikan pendidikan agama
Hal ini dapat terjadi bila orang tua tidak meberikan pendidikan agama
atau mencarikan guru agama di rumah atau orang tua mau memberikan
pendidikan agama dan mencarikan guru agama tetapi anak tidak mau
mengikuti. Bagi anak yang tidak dapat mengikuti pendidikan agama akan
cenderung untuk tidak mematuhi ajaran-ajaran agama. Seseorang yang tidak
patuh pada ajaran agama mudah terjerumus pada perbuatan keji dan
mungkar jika ada faktor yang mempengaruhi seperti perbuatan kenakalan
remaja.
3. Anak yang ditolak
Penolakan anak biasanya dilakukan oleh suami istri yang kurang dewasa
secara psikis. Misalkan mereka mengharapkan lahirnya anak laki-laki
tetapi memperoleh anak perempuan. Sering pula disebabkan oleh rasa tidak
senang dengan anak pungut atau anak dari saudara yang menumpang di
rumah mereka. Faktor lain karena anaknya lahir dengan keadaan cacat
sehingga dihinggapi rasa malu. Anak-anak yang ditolak akan merasa
diabaikan, terhina dan malu sehingga mereka mudah sekali mengembangkan
pola penyesalan, kebencian, dan agresif.
Dalam mengatasi kenakalan remaja yang paling dominan adalah dari
keluarga yang merupakan lingkungan yang paling pertama ditemui seorang
anak. Di dalam menghadapi kenakalan anak pihak orang tua kehendaknya
dapat mengambil dua sikap bicara yaitu:
1. Sikap atau cara yang bersifat preventif
Yaitu perbuatan/tindakan orang tua terhadap anak yang bertujuan untuk
menjauhkan si anak daripada perbuatan buruk atau dari lingkungan
pergaulan yang buruk. Dalam hat sikap yang bersifat preventif, pihak
orang tua dapat memberikan atau mengadakan tindakan sebagai berikut :
a. Menanamkan rasa disiplin dari ayah terhadap anak.
b. Memberikan pengawasan dan perlindungan terhadap anak oleh ibu.
c. Pencurahan kasih sayang dari kedua orang tua terhadap anak.
d. Menjaga agar tetap terdapat suatu hubungan yang bersifat intim dalam satu ikatan keluarga.
Disamping keempat hal yang diatas maka hendaknya diadakan pula:
a. Pendidikan agama untuk meletakkan dasar moral yang baik dan berguna.
b. Penyaluran bakat si anak ke arab pekerjaan yang berguna dan produktif.
c. Rekreasi yang sehat sesuai dengan kebutuhan jiwa anak.
d. Pengawasan atas lingkungan pergaulan anak sebaik-baiknya.
2. Sikap atau cara yang bersifat represif
Pihak orang tua hendaknya ikut serta secara aktif dalam kegiatan sosial
yang bertujuan untuk menanggulangi masalah kenakalan anak seperti
menjadi anggota badan kesejahteraan keluarga dan anak, ikut serta dalam
diskusi yang khusus mengenai masalah kesejahteraan anak-anak. Selain itu
pihak orang tua terhadap anak yang bersangkutan dalam perkara kenakalan
hendaknya mengambil sikap sebagai berikut :
a. Mengadakan introspeksi sepenuhnya akan kealpaan yang telah diperbuatnya sehingga menyebabkan anak terjerumus dalam kenakalan.
b. Memahami sepenuhnya akan latar belakang daripada masalah kenakalan yang menimpa anaknya.
c. Meminta bantuan para ahli (psikolog atau petugas sosial) di dalam
mengawasi perkembangan kehidupan anak, apabila dipandang perlu.
d. Membuat catatan perkembangan pribadi anak sehari-hari.
Kondisi sekolah yang tidak baik dapat menganggu proses belajar mengajar
anak didik, yang pada gilirannya dapat memberikan “peluang” pada anak
didik untuk berperilaku menyimpang. Kondisi sekolah yang tidak baik
tersebut, antara lain;
a. Sarana dan prasarana sekolah yang tidak memadai
b. Kuantitas dan kualitas tenaga guru yang tidak memadai
c. Kualitas dan kuantitas tenaga non guru yang tidak memadai
d. Kesejahteraan guru yang tidak memadai
e. Kurikilum sekolah yang sering berganti-ganti, muatan agama/budi pekerti yang kurang
f. Lokasi sekolah di daerah rawan, dan lain sebagainya.
Faktor kondisi lingkungan sosial yang tidak sehat atau “rawan”, dapat
merupakan faktor yang kondusif bagi anak/remaja untuk berperilaku
menyimpang. Faktor kutub masyarakat ini dapat dibagi dalam 2 bagian,
yaitu pertama, faktor kerawanan masyarakat dan kedua, faktor daerah
rawan (gangguan kamtibmas). Kriteria dari kedua faktor tersebut, antara
lain:
a. Faktor Kerawanan Masyarakat (Lingkungan)
1) Tempat-tempat hiburan yang buka hingga larut malambahkan sampai dini hari
2) Peredaran alkohol, narkotika, obat-obatan terlarang lainnya
3) Pengangguran
4) Anak-anak putus sekolah/anak jalanan
5) Wanita tuna susila (wts)
6) Beredarnya bacaan, tontonan, TV, Majalah, dan lain-lain yang sifatnya pornografis dan kekerasan
7) Perumahan kumuh dan padat
8) Pencemaran lingkungan
9) Tindak kekerasan dan kriminalitas
10) Kesenjangan sosial
b. Daerah Rawan (Gangguan Kantibmas)
1) Penyalahgunaan alkohol, narkotika dan zat aditif lainnya
2) Perkelahian perorangan atau berkelompok/massal
3) Kebut-kebutan
4) Pencurian, perampasan, penodongan, pengompasan, perampokan
5) Perkosaan
6) Pembunuhan
7) Tindak kekerasan lainnya
8) Pengrusakan
9) Coret-coret dan lain sebagainya
Termasuk pengaruh dari komunitas sebuah kelompok aliran music, missal
aliran kelompok music punk. Komunitas yang satu ini memang sangat
berbeda sendiri dibandingkan dengan komunitas pada umumnya. Banyak orang
yang menilai bahwa komunitas yang satu ini termasuk salah satu komuitas
yang urakan, berandalan dan sebagainya. Namun jika dicermati lebih
dalam banyak sekali yang menarik yang dapat Anda lihat di komunitas ini.
Komunitas ini bukan hanya sekedar nongkrong di pinggir jalan,
berpakaian aneh, gak pernah mandi, dan seterusnya, tetapi komunitas ini
banyak melahirkan karya-karya yang bisa mereka banggakan.
Di bidang musik misalnya, banyak band punk yang mampu mendapat tempat di
hati remaja Indonesia, mereka tidak kalah dengan band-band cengeng yang
selalu merengek-rengek, bahkan sampai nangis kayak cewek untuk
mendapatkan tempat di hati remaja Indonesia. Band punk sendiri sangat
identik dengan indie label, dengan modal yang minim band-band punk bisa
terus exis di belantika musik tanah air tercinta, bahkan sampai ke level
yang lebih tinggi, yaitu go international. Selain di bidang musik,
komunitas punk juga bergerak di bidang fashion, awalnya mereka hnya
membuat pakaian untuk mereka pakai sehari-hari, seiring dengan
berjalannya waktu, mereka membuat dengan jumlah yang lebih banyak dan
juga desain yang lebih variatif.
Wadah untuk pakaian yang diproduksi sendiri oleh anak-anak punk sendiri
biasa disebut distro, di industri ini pun komunitas punk mampu bersaing
dengan produk-produk terkenal yang sudah akrab dengan remaja Indonesia.
Di distro sendiri juga tidak hanya menjual pakaian, banyak
aksesoris-aksesoris buatan anak-anak punk juga yang dijual di distro.
Tidak hanya itu, distro sendiri juga dijadikan senjata untuk publikasi
band-band punk yang sudah menpunyai album, pokoknya apa yang dilakukan
komunitas punk tidak main-main, semuanya tertata rapi, yang aku tau sih
itu namanya simbiosismutualisme. Jadi, jangan heran kalau remaja
Indonesia dibilang gak keren karena belum belanja di distro. Tidak
berhenti di situ, dengan gaya yang seperti itu, jangan sampai Anda
bilang komunitas punk itu “gaptek” (gagap teknologi), dunia maya juga
menjadi salah satu jalur perkembangan komunitas punk.
Perkembangan scene punk, komunitas, gerakan, musik, dan lainnya, yang
paling optimal adalah di Bandung, disusul Malang, Yogyakarta, Jabotabek,
Semarang, Surabaya, dan Bali. Parameternya adalah kuantitas dan
kualitas aktivitas, bermusik, pembuatan fanzine (publikasi internal),
movement (gerakan), distro kolektif, hingga pembuatan situs.Meski
demikian, secara keseluruhan, punk di Indonesia termasuk marak. Profane
Existence, sebuah fanzine asal Amerika menulis negara dengan
perkembangan punk yang menempati peringkat teratas di muka Bumi adalah
Indonesia dan Bulgaria. Bahwa `Himsa`, band punk asal Amerika sampai
dibuat berdecak kagum menyaksikan antusiasme konser punk di Bandung. Di
Inggris dan Amerika, dua negara yang disebut sebagai asal wabah punk,
konser punk yang sering diadakan disana hanya dihadiri tak lebih seratus
orang. Sedangkan di sini, konser punk bisa dihadiri ribuan orang.
Mereka kadang reaktif terhadap publikasi pers karena khawatir
diekploitasi. Pers sebagai industri, mereka anggap merupakan salah satu
mesin kapitalis. Mereka memilih publikasi kegiatan, konser, hingga
diskusi ide-ide lewat fanzine.
Sebagaimana telah difahami, bahwa dalam perkembangannya manusia akan
melewati masa remaja. Remaja adalah anak manusia yang sedang tumbuh
selepas masa anak-anak menjelang dewasa. Dalam masa ini tubuhnya
berkembang sedemikian pesat dan terjadi perubahan-perubahan dalam wujud
fisik dan psikis. Badannya tumbuh berkembang menunjukkan tanda-ta.
apa komentar anda tentang kehidupan remaja masa kini.?